Selasa, 17 Maret 2009




Ajaran Beliau


KARENA keluasan dan ketinggian ilmu yang dimilikinya, serta kegigihan dalam berdakwah, di Pulau Sumatra oleh masyarakat setempat ia diberi gelar "Maulana Allamah Al Fahhamah Al Mursyid ilaa Thariq As Salamah As Syekh Muhammad Nafis ibn Idris ibn Husein Al Banjari (Tuan guru yang sangat alim yang luas pemahamannya yang menunjukkan ke jalan keselamatan Syekh muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al banjari).
Syekh Nafis menyebarkan ilmu yang diperolehnya dengan berkelana ke berbagai daerah, selain karena memang ketidaksenangan terhadap penjajah Belanda, yang ketika itu mulai kasak kusuk ke dalam Keraton Kerajaan Banjar. Karea keadaan yang demikian dia hanya sempat mengarang sedikit kitab, yakni Kanzus Sa.adah (Perbendaharaan Keuntungan) dan Ad-Durrun Nafis (Permata yang Indah). Kitab Ad-Durrun Nafis dikarang dan ditulis dan hanya untuk memenuhi permintaan kawan-kawannya, namun pada akhirnya banyak diminati dan tersebar luas ke pelosok Nusantara, bahkan sampai ke negara-negara di Timur Tengah dan Asia Tenggara, seperti Mesir, Makkah, Madinah, Thailand, Malaysia dan negara-negaea Islam lainnya.
Disadari, tentu saja ada pula yang tak sependapat dengan ajaran Syekh Nafis. Syekh Nafis bukan saja sebagai seorang sufi, tapi juga seorang penganut dan penganjur jihad, yang merupakan ciri utama neo-sufisme (tasyawuf pemahaman baru). Karena itu pemerintah Belanda melarang masyarakat Indonesia membaca kitab Ad-Durrun Nafis, karena khawatir kitab tersebut dapat mendorong masyarakat untuk melakukan jihad melawan penjajah.
Menyadari bahaya yang akan timbul dan diakibatkan oleh pemahaman jihad yang tercantum dalam kitab tersebut, Belanda kemudian melancarkan siasat buruknya untuk membendung agar masyarakat jangan membaca kitab tersebut. Maka Belanda mengadakan proganda pengharaman untuk membaca dan mempelajari ajaran-ajaran tasyawuf yang terdapat dalam kitab tersebut. Belanda mengandeng ulama-ulama, yang tidak sepaham dengan ajaran tersebut. Maka diaturlah fatwa ulama yang mengatakan, bahwa mempelajari kitab ad-Durrun Nafis bisa membuat seseorang menjadi tersesat.
Syekh Muhammad Nafis Al Banjari, seperti kebanyakan ulama Melayu Indonedia lainnya, mengikuti mazhab Syafi’i pada fikih dan Asy’ariyah pada ilmu tauhid. Beliau juga mengabungkan diri dengan berbagai tarekat, yakni qadariyah, syaththiyah, sammaniyah, naqsyabandiyah dan khalwatiyah.
Sikapnya ini dapat dilihat pada bagian akhir tulisan dalam kitabnya Ad-Durrun Nafis. Beliau menuliskan :
Banjar Tempat Lahirnya
Makkah Tempat Diamnya
Syafi’i Mazhabnya (pada ilmu fiqih)
Asy’ari !’tikadnya (pada ilmu ushuluddin atau tauhid)
Jumaid Ikutannya (pada ilmu tsyawuf)
Qadariyah Tharikatnya
Syaththariyah Pakaianya
Naqsyabandiyah Amalannya
Khalwatiyyah Makannnya
Sammaniyyah Minumannya
Syekh Muhammad Nafis terkenal dengan kedalaman ilmu tasyawuf dan kehalusan batin dalam mengenal Allah SWT.
Kitab beliau dikenal sebagai kitab yang padat, yang kadang-kadang pelik dan sulit dalam ilmu tauhid, yang teranyam dalam ilmu tasyawuf, sehingga sebaiknya bagi orang yang ingin belajar dan memperdalam ajaran beliau, jangan mempelajari dan memahami sendiri. Perlu bimbingan dari guru yang mursyid, yang memahami, mengerti dan mengamalkan serta mempunyai ilmu yang dalam tentang ilmu tauhid dan ilmu tasyawuf.
Pokok-pokok ajaran Syekh Muhammad Nafis yang ada di dalam Ad-Durrun Nafis, di antaranya tentang perintang Sang Salik. Pada bagian awal diterangkan tentang berbagai hal yang merusak dan mencegah seseorang menuju ke jalan Allah SAW (salik) untuk sampai ke tujuan yang dimaksud sang salik. Perintang tersebut berasal dari diri pribadi sang salik, seperti kemalasan (kasl), yaitu keengganan melakukan peribadatan padahal kemampuan untuk melakukannya ada, kelemahan (futur), yaitu ketidak mampuan melakukan peribadatan karena disibukkan dan dikuasai duniawi, pembosan (malal), yaitu rasa jemu yang menghinggapi seseorang yang melakukan peribadatan sedang maksud yang ingin diraih belulah tercapai.
Perintang lain, yang mencegah salik untuk sampai kepada Tuhannya, seperti kesyirikan yang tersembunyi, yaitu yang menganggap sesuatu terjadi berasal dari makhluk jua, riya yaitu memperlihatkan peribadatan kepada orang lain dan menginginkan sesuatu yang lain dari Allah SAW untuk segala peribadatannya, sum’ah yaitu menceritakan peribadatan yang dilakukan secara ikhlas kepada makhluk demi mengharap agar dimuliakan, ‘Ujb yakni memperbanyak peribadatan, suatu ibadat yang dirasakannya berasal dari dirinya sendiri tanpa berasal dari anugrah Allah SAW, berhenti melakukan peribadatan karena telah sampai kepada Allah SAW, hijab yaitu dinding, yang artinya terlenanannya seseorang dengan peribadatan yang dilakukannya tanpa melihat bahwa semua itu merupakan nikmat Allah SAE. Banyak lagi ajaran-ajaran Syekh Nafis di dalam kitab Ad-Durrun Nafis. Q

Tidak ada komentar:

Posting Komentar